Strategi Pengembangan Kurikulum di UM Palembang Menyikapi Tantangan Pendidikan Tinggi Modern
Penulis:
Erie Agusta, M.Pd.
ORCHID ID: [https://orcid.org/0000-0002-
Ada 1 artikel menarik dari The Center for Higher Education Policy and Practice (CHEPP) yang berjudul Unpacking The 40 Million: Meeting The Needs of Learners with Some College and No Credential yang terbit pada Februari 2025. Artikel ini menceritakan bahwa lebih dari 40 juta warga Amerika memiliki sebagian kredit kuliah tetapi tidak memiliki gelar atau sertifikat, yang menggaris bawahi kebutuhan mendesak untuk mendesain ulang sistem pendidikan tinggi di AS. Demografi ini semakin diakui sebagai cerminan tantangan sistemik sekaligus peluang potensial bagi negara bagian dan institusi pendidikan tinggi di AS untuk melibatkan kembali pembelajar yang meninggalkan kuliah tanpa meraih sertifikat. Banyak dari kelompok ini menghadapi beban ganda, yaitu utang pelajar yang disertai dengan pendapatan seumur hidup yang lebih rendah—sebuah situasi yang semakin memperparah kerentanan finansial mereka. Agar dapat melibatkan kembali kelompok ini dengan sukses, pembuat kebijakan, pendidik, dan pemimpin harus memahami kebutuhan unik dari pembelajar yang mereka sebut dengan istilah “some college, no credential” (SCNC) dan menawarkan opsi yang mudah diakses serta fleksibel, sesuai dengan kehidupan dan tanggung jawab mereka. Kondisi ini spintas relevan dengan situasi dan kondisi di Indonesia. Karena isu tentang rekognisi selalu menjadi tatangan global dan isu yang menarik untuk dikaji. Lantas bagaimana arah pengembangan kurikulum di UM Palembang? dan Apakah kebijakan saat ini sudah relevan dengan tantangan global?
Pendidikan tinggi di Indonesia, termasuk di Universitas Muhammadiyah (UM) Palembang, menghadapi tantangan besar dalam menyikapi fenomena “some college, no credential” (SCNC). Berdasarkan laporan tersebut, mayoritas SCNC adalah kelompok usia produktif (25-64 tahun) yang terhambat oleh keterbatasan fleksibilitas, beban finansial, dan tanggung jawab keluarga. UM Palembang perlu merancang kurikulum yang adaptif dengan kebutuhan kelompok ini, misalnya dengan mempertimbangkan kredit pengakuan pembelajaran lampau (RPL) untuk memotong biaya dan durasi studi. Menyikapi hal tersebut UM Palembang sudah menyiapkan regulasi RPL UM Palembang sehingga adaptif dalam menyikapi kondisi permasalahan yang serupa.
Tantangan lain adalah rendahnya tingkat penyelesaian studi di institusi yang menawarkan fleksibilitas. UM Palembang dapat mengatasi ini dengan menerapkan kurikulum berbasis Capaian Pembelajaran Lulusan/OBE agar relevan dengan kebutuhan pasar kerja, terutama karena 66% pekerjaan bergaji tinggi pada 2031 membutuhkan gelar sarjana. Kolaborasi dengan industri lokal dan nasional juga penting untuk memastikan keterkaitan antara materi kuliah dan keterampilan yang dibutuhkan di dunia kerja. Menyikapi isu ini UM Palembang sudah menyiapkan regulasi kurikulum OBE dan luarannya selalu dipantau melalui tracer study.
Diversitas populasi SCNC, yang didominasi oleh kelompok Hispanik, kulit hitam, dan pribumi, mengisyaratkan pentingnya pendekatan inklusif dalam pengembangan kurikulum. UM Palembang perlu memastikan aksesibilitas bagi mahasiswa dari latar belakang ekonomi lemah, penyandang disabilitas, atau mereka yang tinggal di daerah terpencil. Beasiswa berbasis kebutuhan, subsidi teknologi, dan modul pembelajaran yang memenuhi prinsip Universal Design for Learning (UDL) adalah solusi potensial. Selain itu, kurikulum harus mengintegrasikan literasi digital dan pelatihan keterampilan lunak (soft skills) untuk mempersiapkan mahasiswa menghadapi transformasi digital dan ketidakpastian ekonomi. Menyikapi hal ini UM Palembang sudah menyiapkan regulasi pembelajaran e-learning, UM Palembang juga sudah menyiapkan infrastuktur e-learning, e-jurnal, dan e-library. UM Palembang juga sudah langganan Office 365 untuk memfasilitasi pembelajaran digital secara maksimal.
Menarikanya artikel ini juga menceritakan tren penurunan jumlah mahasiswa tradisional (tatap muka dikelas) jika dibandingkan dengan tren kenaikan peminat pembelajaran online secara masif. Menyikapi hal ini, UM Palembang memanfaatkan momentum ini dengan regulasi konversi pembelajaran sehingga pengalaman mahasiswa di luar kelas dapat menjadi pengakuan kredit di dalam kurikulum berjalan. Sehingga diharapkan pada akhirnya menunjang mahasiswa untuk menyelesaikan studi.
Kesimpulannya, strategi pengembangan kurikulum UM Palembang saat ini dan di masa depan berfokus pada fleksibilitas, inklusivitas, dan relevansi dengan dunia kerja. Dengan mengadopsi prinsip-prinsip student centered learning, memperluas akses pendidikan online, dan memperkuat kolaborasi industri, UM Palembang tidak hanya dapat menarik bagi masyarakat, tetapi juga meningkatkan angka kelulusan dan daya saing lulusannya. Langkah ini selaras dengan visi pendidikan tinggi yang berkelanjutan dan berkeadilan sosial, sekaligus berkontribusi pada pembangunan ekonomi regional dan nasional.
Penulis:
Erie Agusta, M.Pd.
FKIP UM Palembang